Sosialisasi
Ketika bayi
dilahirkan, dia tidak tahu apa-apa tentang diri dan lingkungannya. Walau
begitu, bayi tersebut memiliki potensi untuk mempelajari diri dan
lingkungannya. Apa dan bagaimana dia belajar, banyak sekali dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dimana dia dilahirkan. Kita bisa berbahasa Indonesia karena
lingkungan kita berbahasa Indonesia dan kita makan menggunakan sendok dan
garpu, juga karena lingkungan kita melakukan hal yang sama dan demikian pula apa yang kita
makan, sangat ditentukan oleh lingkungan kita masing-masing.
Sosialisasi adalah satu
konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar
melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan
bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam
menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang
terus terjadi selama hidup kita.
Pada dasarnya,
sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan kita. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada
individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua
memungkinkan lestarinya suatu masyarakat – karena tanpa sosialisasi akan hanya
ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya,
masyarakat Sunda, Jawa dan Batak akan lenyap manakala satu generasi tertentu
tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada
generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung maka ada beberapa
kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama adanya warisan
biologikal, dan kedua adalah adanya warisan sosial.
Dibandingkan
dengan binatang, manusia secara biologis merupakan makhluk atau spesis yang
lemah karena tidak dilengkapi oleh banyak instink. Kelebihan manusia adalah
adanya potensi untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Warisan
biologis yang merupakan kekuatan manusia, memungkinkan dia melakukan adaptasi
pada berbagai macam bentuk lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan manusia bisa
memahami masyarakat yang senantiasa berubah, sehingga lalu dia mampu berfungsi
di dalamnya, menilainya, serta memodifikasikannya. Namun tidak semua manusia
mempunyai warisan biologis yang baik, sebab ada pula warisan biologis yang bisa
menghambat proses sosialisasi. Manusia yang dilahirkan dengan cacat pada
otaknya atau organ tubuh lainnya (buta, tuli/bisu, dsb.) akan mengalami
kesulitan dalam proses sosialisasi.
Proses
sosialisasi juga dipengaruhi oleh kematangan biologis (biological maturation),
yang umumnya berkembang seirama dengan usia biologis manusia itu sendiri.
Misalnya, bayi yang usianya empat minggu cenderung memerlukan kontak fisik,
seperti ciuman, sentuhan, pelukan. Begitu usianya enambelas minggu maka dia
mulai bisa membedakan muka orang lain yang dekat dengan dirinya, dan lalu mulai
bisa tersenyum. Pada usia tiga bulan, seorang bayi jangan diminta untuk
berjalan atau pun berhitung, berpakaian, dan pekerjaan lainnya. Semua itu akan
sia-sia, menghabiskan waktu karena secara biologis, bayi tersebut belum cukup
matang. Dengan demikian warisan dan kematangan biologis merupakan syarat
pertama yang perlu diperhatikan dalam proses sosialisasi.
Anak dilahirkan dalam dunia sosial.
Mereka merupakan anggota baru di dunia tersebut. Dari kacamata masyarakat,
fungsi sosialisasi adalah mengalihkan segala macam informasi yang ada dalam
masyarakat tersebut kepada anggota-anggota barunya agar mereka dapat segera
dapat berpartisipasi di dalamnya.
Berdasarkan pengalaman yang kita
miliki, banyak aspek-aspek kehidupan kita relatif stabil dan bisa diprediksi.
Jalan-jalan yang cenderung padat di pagi hari, orang berlibur di akhir
pekan, anak-anak usia enam tahun mulai
bersekolah, tata letak bangunan fisik suatu kota – ada alun-alun, pusat
perbelanjaan, terminal bis, dsb., makan tiga kali dalam satu hari. Kesemua
perilaku masyarakat tadi sudah membentuk satu pola perilaku umum yang secara
teratur terjadi setiap hari. Keteraturan yang relatif stabil tersebut
mengembangkan satu pola interaksi sebagai satu bentuk dari budaya. Budaya atau kebudayaan adalah
keseluruhan hal yang yang diciptakan oleh unit-unit sosial di mana setiap
anggota unit sosial tersebut memberikan makna yang relatif sama pada hal-hal
tadi dan keyakinannya, nilai, norma, pengetahuan, bahasa, pola interaksi, dan
juga hal-hal yang berkaitan dengan sarana fisik, seperti bangunan, mobil, baju,
buku.
Sosialisasi
melibatkan proses pembelajaran. Pembelajaran tidak sekedar di sekolah formal,
melainkan berjalan di setiap saat dan di mana saja. Yang dimaksud dengan
belajar atau pembelajaran adalah modifikasi perilaku seseorang yang relatif
permanen yang diperoleh dari
pengalamannya di dalam lingkungan sosial/ fisik. Seseorang selalu mengucapkan
salam pada saat bertemu orang lain yang dikenalnya; perilaku tersebut merupakan
hasil belajar yang diperoleh dari lingkungan di mana dia dibesarkan. Demikin
pula seorang yang suka makan “jengkol/jering”, mereka belajar dari
lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar